![]() |
| Foto : Ilustrasi (ist.) |
Merangin - Maraknya pelanggaran dalam penyaluran gas elpiji 3 kg subsidi pemerintah di Kabupaten Merangin, khususnya wilayah Dapil IV, semakin memperlihatkan betapa subsidi itu tak pernah benar-benar sampai ke masyarakat kecil. Harga di lapangan melambung antara Rp30.000 hingga Rp45.000 per tabung. Subsidi hanyalah jargon, sementara rakyat tetap dipaksa membeli dengan harga mencekik.
Praktik nakal terjadi di hampir semua lini. Dari pengecer gelap tak berizin, hingga pangkalan resmi yang justru diduga memonopoli distribusi. Ironisnya, pengangkutan gas ke pangkalan di Dapil IV kerap dilakukan dengan kendaraan pribadi dari arah Bangko, bukan kendaraan resmi agen. Fakta ini menimbulkan spekulasi: apakah gas itu legal atau justru dibeli dari pangkalan lain demi menambah kuota secara ilegal?
Kondisi paling nyata terlihat di Lembah Masurai. Hampir tak pernah terlihat armada resmi agen menyalurkan gas. Justru mobil pribadi pangkalan yang lalu lalang, seolah distribusi subsidi bisa diatur sesuka hati. Akibatnya, masyarakat semakin tercekik oleh harga yang tak masuk akal.
“Apanya yang subsidi? Harga selangit minta ampun!” keluh warga. Namun kebutuhan memaksa rakyat tetap membeli. Inilah ironi terbesar: subsidi yang dijanjikan hanya tinggal kata-kata, sementara keuntungan segelintir pihak terus menggunung.
Pertamina tidak boleh tinggal diam. Agen dan pangkalan nakal harus segera ditindak, mulai dari teguran, sanksi, hingga pencabutan izin. Jika tidak, Kabupaten Merangin akan terus menjadi ladang empuk mafia gas, sementara rakyat kecil dibiarkan menjerit di bawah beban harga yang semakin melambung.
Oleh: DD, disunting Redaksi (Catatan Editorial)
Tags
Opini
